Tuesday, August 15, 2006

Adaptasi

Kembali berada di Jakarta sejak Sabtu (12 Agustus) lalu. Hal pertama yang harus dijalani: beradaptasi. Begitu menjejakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta yang maha luas itu langsung harus beradaptasi dengan lambannya petugas imigrasi memeriksa paspor...wah, antrinya maha panjang dan berhasil membuat semua penumpang yang ingin bergegas keluar dari bandara terhalang oleh proses yang lambat. Hal lain, kita juga harus beradaptasi dengan fasilitas bandara yang sangat seadanya. Kondisi toilet bandara besar ini sangatlah mengenaskan. Jorok dan jorok. Kalau mau memakai istilah bahasa Batak, maka pantaslah si bandara ini disebut "bolon", artinya: hanya besar saja tapi tak ada secuilpun keindahannya.
Adaptasi lain yang sulit pastilah soal waktu. Perbedaan waktu 5 jam antara Indonesia bagian barat dan Norway membuat badan ini juga harus pelan-pelan mengubah ritme sehari-hari. Jam tidur, makan dan beraktivitas harus segera disesuaikan dan ternyata butuh proses beberapa hari.
Sampai hari ini saya belum berani berpergian. Belum sanggup rasanya menghadapi kenyataan bahwa situasi jalan raya ruwet sekali. Nah, ini pastinya juga butuh proses adaptasi. Berada di kota Jakarta dengan jumlah penduduk yang hampir 12 juta dan berada di kota Bergen dengan jumlah penduduk hanya 400,000 orang pastilah sangat berbeda kondisi jalan rayanya.
Badan ini juga butuh adaptasi dalam hal makanan. Saya termasuk gampang terkena thypus, jadi harus hati-hati dalam memilih makanan. Kalau soal harga barang sih akan mudah beradaptasi karna harga-harga di sini jauh lebih murah daripada di Norway. Ini yang bikin hati lebih senang:)
Tapi ada hal lain yang butuh proses adaptasi juga, yaitu menerima kenyataan bahwa akses internet di sini (terutama lewat telkomnet) sangatlah lambat. Wah, beda bumi dan langitlah dengan akses internet saat di Bergen yang kecepatannya sangat ruarrr biasa. Sekarang tidak gampang untuk meng-upload foto dan memposting cerita, misalnya. Tapi apa boleh buat, harus menerima fakta dan mencoba beradaptasi.
Dosen pembimbingku, Pak Olaf, selalu bilang indahnya berpindah-pindah lokasi adalah dalam proses beradaptasi. "That's the joy of being anthropologist! You have to learn how to adjust and follow the rhythm."

2 comments:

Anonymous said...

After two years, going back home is certainly a wonderful thing. Actually, people around u dont even realize that u'r away, because when u were not around, your love was. Welcome back dearest! - W.H

Stella Aleida Hutagalung said...

:) Thanks beb for drop in this blog and write a sweet comment:) Sesungguhnya aku kesepian di sana makanya sering gangguin orang lewat email,sms,dll,hehe.