Thursday, November 30, 2006

My 4 cute little angels




Hey, we are Gita, Artia, Arya and Azra.
Gita : Hi, my name is Gita Natalia Serafim Hutagalung. It means songs of angels on Christmas day. I was born on 26 December 2004. I will be 2 years old this coming Christmas...hm,can't wait to celebrate with mom, friends, and my big family. I know my papa passed away one day before I was born. But I can see him everyday actually--he wathches over me day and night. Nobody knows this but mom believe that I have my own time with my papa. My mom is my best friend ever. She is so tough and knows me in details. Im so proud to be her little girl. I promise to take care of my mom, always. I love to sing. Indonesian pop songs are my favourite. Bou Stella promise to take me singing at family karaoke one day....hurray! I like Ratu, Naff and many more. But Artia, he prefer sunday school songs and batak songs. Ompung doli visits me often, and he never forget to put some money in my celengen (saving box)--thanks ompung! Many said that I look like my late papa and I copy ompung boru's habit--so fashion and so matching,hahaha.
Artia : Kak Gita's right! I love Batak songs, especially the happy ones. Ompung doli like to play those songs by piano. The sad Batak songs are ok too, but the thing is I know that everytime Ompung plays the sad songs it means he misses Gita's papa--my bapak tua. Don't be sad, ompung, you have me, Kak Gita and all the family. I will be one year old in January 2007. To be able to walk and run is my dream now. Every day I keep on practicing--ta,ta,ta...mom and dad are so impress with my ta-ta-ta, one step, second step...
Arya : Hi and hi. I'm Arya. I'm Pakde Wahyu's nephew. I smile to anyone. People said i'm the friendliest baby in Purwokerto,hahaha. I won first prize for competition of the healthiest baby in kabupaten Purbalingga. I got a great bike. Eyang kakung, eyang putri, all the family and the jury kept kissing my chubby cheeks on that day. Fiuhhh..I'm so famous!:) I just celebrated my first year old birthday last 19 November. Dancing is my hobby. Put the dangdut song then I will happily dance and laugh:) Oh ya, I have another talent: I can count 1 to 5 in Indonesian language and in Javanese-- setunggal, kaleh, tigo, papat,limo..horree, satu, dua, tiga, empat, lima!
Azra : I'm Azra, 8 months old. I'm not as active as Arya,but I like to observe. I like my kampung, the people are so warm and I can hear birds singing when the morning break. I visit eyang's house at least twice a week. Playing at their house is the happiest moment, I can do anything...no such "don't go there, don't do this" rules in eyang's house:) I rarely meet my pakde Wahyu. One day I would like to visit him in Jakarta and do little observation about that big city:)

Tuesday, November 21, 2006

Mama

5 November lalu mama berulangtahun ke 62. Saya sangat bersyukur untuk pertambahan usia mama. Mama pernah sakit parah. Mama mendapat serangan jantung di pertengahan tahun 1997. Saat itu saya berencana memijat mama karna mama merasa masuk angin. Tapi ternyata tiba-tiba kedua tangan mama membengkak dan berwarna biru lalu mama terkulai lemas. Segera saya mengubungi ambulans. Kebetulan anggota rumah lainnya sedang beraktivitas di luar malam itu. Syukur mama bisa sembuh sampai detik ini.
Mama, sosok yang sangat dekat sekaligus sangat jauh buat saya. Sejak kecil hubungan saya dengan mama sangat akrab. Saya selalu menceritakan apapun yang saya alami di sekolah dan apa yang saya alami bersama teman-teman sepermainan di lingkungan rumah. Kebiasaan itu tiba-tiba saja berhenti sejak saya memiliki pacar saat kuliah. Yah,hubungan kami mendadak jadi jauh. Penyebabnya adalah karna pacar saya waktu itu berbeda suku. Ketidaksukaan mama membuat saya benci dengan cara pemikiran mama yang masih memandang kesamaan suku adalah syarat mutlak untuk suatu hubungan. Saya mulai memberontak. Saya tidak pernah lagi menceritakan ke mama hal-hal penting yang saya alami. Rindu? Pasti. Apalagi jika melihat beberapa teman bisa dengan mesra menceritakan kepada ibu mereka tentang pacar mereka.
Tapi kemudian kejadian di tahun 1997 membuat saya terhenyak. Mama yang di mata saya sangatlah super (karna mama gak pernah kelihatan letih, selalu tough dan bisa dibilang galak) ternyata menjadi begitu lemah saat itu. Memeluk mama saat dia hampir kehilangan nyawanya merupakan saat yang sangat mencekam. Saya kemudian sangat memperhatikan mama. Hm,tapi bukan mama namanya kalau bersedia dimanja-manja. Setelah pengobatan selama setahun dan mama merasa kuat mulailah lagi mama mau muncul sebagai figur yang tough dan tidak boleh dibantah dalam berargumen.
Pantangnya mama dibantah adalah penyebab lain saya jarang bisa menceritakan sesuatu ke mama. Saya paling sering cepat naik tensi kalau harus mempertahankan pendapat saya di hadapan mama karna kita sering berbeda pendapat. Tapi ada satu hal memang yang selalu bisa membuat kita dekat kembali: selera yang sama. Untuk urusan belanja pasti mama akan memilih saya sebagai teman, karna dia selalu percaya dengan taste saya,haha.
Tapi tanpa disadari memang meskipun saya sering berbantah dengan mama justru sayalah sebenarnya yang paling banyak mendapat kesamaan sifat dengan mama. Sifat ngotot saya,sangat pasti itu dari mama. Keras (cenderung dibilang galak)..hm,itu juga saya dapat dari mama. Masih banyak sifat lain sebenarnya, tapi satu yang sangat jelas adalah bakat meng-organize suatu event. Mama sangat ahli menkoordinir dan membuat suatu acara. Makanya mama langganan jadi ketua panitia atau sie acara untuk kegiatan keluarga, sekolah dan gereja. Ternyata saya juga punya bakat seperti itu,hahaha.
Hal yang mama selalu tekankan buat kita anak-anaknya adalah harus kuat dalam iman, mendapat hasil yang terbaik untuk pendidikan, tidak lupa dengan adat istiadat dan menjaga hubungan baik dengan keluarga besar. Mama memang mencontohkan ini dengan baik buat kami sekeluarga, bahkan dalam keluarga besar. Tapi ini jugalah yang menjadi dinding pemisah antara hubungan saya dan mama. Fanatiknya mama dalam menekuni iman Kristennya dan setianya mama dalam urusan adat membuat mama lupa bahwa kasih Tuhan maha luas, tidak terbatas hanya untuk orang beriman kristen atau bersuku batak saja.
Tahun 2004, saat saya kuliah di Bergen, ketika itulah hubungan kami mendekat kembali. Jarak yang begitu jauh membuat kami rindu untuk menceritakan banyak hal. Tapi topik tentang hubungan saya dan pacar yang beriman Islam tidak pernah digubris mama. Ketika alm bang Gum pergi saya merasa hubungan kamipun makin dekat. Hal yang paling menggembirakan saat saya penelitian di Ambon. Suatu waktu saya absen menelepon rumah selama seminggu karna saya berkunjung ke kota Ihamahu di Saparua yang tidak ada sinyal. Lalu ketika saya menelepon rumah dan mama yang mengangkat telepon tiba-tiba mama langsung berteriak dan mengatakan, "mama kangen, lama sekali kamu gak nelepon". Wah,tak terbayangkan, hati saya melonjak bahagia mendengar kalimat itu dari mama.
Ah, banyak sekali cerita tentang mama. Begitu banyak teladan yang sudah dia beri. Merawat papa yang sudah sepuh dan sakit, mama sangatlah sabar. Tiap hari mama khusus bangun sangat pagi agar bisa menyiapkan makanan papa (yang banyak pantangannya karna sakit penyakitnya) juga makanan untuk di rumah. Lalu pergi mengajar. Rumah selalu rapih di tangan mama. Masakan yang mama olah selalu nikmat. Tapi memang sampai detik ini mama belum bisa menerima jika anaknya membantah dan punya pemikiran yang ekstrim berbeda dengan dia. Sayalah anaknya mama yang sering punya pilihan bersebrangan dengan mama.
Mama memang keras pada anak-anaknya. Tapi saya yakin itu semua karna rasa cintanya yang begitu mendalam. Didikan yang sudah mama peroleh dari ompung-ompung saya memanglah sulit untuk dikacaukan oleh pemikiran yang baru dan moderat. Buat mama konservatif dalam pemikiran adalah pilihannya. Saya memang tidak berharap mama banyak berubah, hanya ingin mama kelak bisa menerima jalan pilihan saya dan percaya bahwa anaknya sanggup menjalani semua dengan baik.

Saat di Bergen tiap mendengar Il Divo menyanyikan lagu "Mama" pasti saya ingat mama dan merasa rindu sekali.
Mama, semoga hubungan kita bisa semakin dekat. Dan saya benar-benar berharap you are happy with your life and my life. I love you so much, Mom! Again, happy bithday.

Mama, thank you for who I am
Thank you for all the things I'm not
Forgive me for the words unsaid
For the times I forgot
Mama remember all my life
You showed me love, you sacrificed
Think of those young and early days
How I've changed along the way
And I know you believed
And I know you had dreams
And I'm sorry it took all this time to see
That I am where I am because of your truth
And I miss you, I miss you

Mama forgive the times you cried
Forgive me for not making right
All of the storms I may have caused
And I've been wrong, Dry your eyes
Cause I know you believed
And I know you had dreams
And I'm sorry it took all this time to see
That I am where I am because of your truth
And I miss you, I miss you

Mama I hope this makes you smile
I hope you're happy with my life
At peace with every choice I made
How I've changed along the way
Cause I know you believed in all of my dreams
And I owe it all to you, Mama

Wednesday, November 01, 2006

Pertemuan kawin campur

Mailing list kawin campur terbentuk awalnya (2 Maret 2005) atas inisiatif Lia dan Adi, Nita, juga Arum dan pasangannya. Kemudian para insiator ini bertugas menjadi moderator milis yang kemudian ditambah Wahyu.
Pembentukan awal milis ini mendapat sambutan sangat hangat, terbukti dari jumlah individu yang mendaftar menjadi anggota. Ada lebih dari 100 orang. Saat ini tercatat 145 anggota. Angka yang sangat menggembirakan. Tujuan dari pembentukan milis ini pada dasarnya adalah sebagai wadah untuk pasangan beda agama yang akan menikah dan sedang menjalani rumah tangga. Kita menyadari betapa banyak kendala menghalang, maka dibutuhkan dukungan sesama yang mengalami kasus yang sama dan tentu saja untuk bisa saling sharing dan mencari jalan keluar untuk bisa tetap mempertahankan hubungan dan melanjutkan ke pernikahan secara legal.
Pernikahan beda agama di Indonesia tidak dipekerkanankan, dasar hukumnya adalah UU Perkawinan tahun 1974. Tapi kita tidak dapat menutup mata bahwa pernikahan beda agama tetap ada. Jumlah pasangan beda agama yang mendaftarkan penikahan mereka di Singapura dan Australi pun semakin marak. Kemudian muncullah beberapa lembaga yang simpati akan isu ini dan mencoba menolong para pasangan beda agama yang ingin melangsungkan pernikahan di Indonesia. ICRP, Wahid Institute, Paramadina dan Percik adalah sebagian nama lembaga yang bersedia membantu para pasangan beda agama, mulai dari konseling, mencarikan penghulu atau pendeta yang bersedia menikahkan, sampai mencatatkan pernikahan pada kantor catatan sipil.
Tapi tidak banyak pasangan beda agama yang tahu tentang informasi ini, sehingga tak sedikit mereka yang terpaksa mengganti data agama dalam kartu identitas mereka agar bisa menikah dengan pasangannya, atau malah terpaksa pindah agama. Sesungguhnya ini tidak perlu andai mereka tahu bahwa ada banyak pihak yang mau membantu, termasuk ahli agama dan petugas lembaga agama sekalipun.
Keinginan untuk menjembatani sharing dan diskusi dengan tema besar inilah dasar kuat tujuan milis kawin campur ini. Selama satu setengah tahun usia milis ini ada pasang surut alur diskusi. Banyak anggota yang memilih untuk pasif dan hanya bertanya jika mereka butuh informasi teknis, sesudah itu berhenti partisipasi. Tapi tidak mengapa, mungkin banyak yang masih sungkan.
Sudah lama ada keinginan untuk saling bertemu antar anggota milis supaya lebih kenal dan lebih akrab untuk bisa saling bicara. Akhirnya tgl 18 Oktober 2006 keinginan itu bisa terwujud. Memang hanya sedikit yang bisa hadir (13 orang), dan beberapa bahkan adalah simpatisan yang mendukung hak para pasangan beda agama.
Saya cantumkan di sini isi catatan pertemuan yang saya sampaikan melalui milis, siapa tahu juga bermanfaat buat yang lain. Dan siapa tahu malah makin banyak yang berminat untuk subscribe dan jadi anggota milis ini:) Kita berencana untuk mengadakan pertemuan rutin dengan berbagai tema kecil.
Saya pribadi tidak setuju negara ikut campur dalam urusan privat warga negara dalam urusan agamanya. Ini hak masing-masing pihak untuk memeluk agama apa atau bahkan memilih tidak beragama sekalipun. Dan adalah hak individu untuk memilih dengan siapa dia akan menikah, tak terbatas oleh suku, warganegara atau agama. Tugas negara melalui kantor catatan sipilnya hanyalah mencatat pernikahan tersebut, ini hak dari tiap warga negara.


Catatan hasil pertemuan 18 Oktober: 13 orang hadir dalam pertemuan ini menjadikan cerita dan sharing semarak dan menarik. Semua berbagi, semua mendapat banyak hal.
Kami ber-13 yang hadir adalah:
1. Dr. Martin Sinaga,
2-3. Alamsyah dan Fathuri (dari majalah Syir'ah yang memang menekankan isu pluralisme dalam rubrik2nya)
4. Wati (Muslim), datang sendiri krn pasangan (Protestan) sedang tugas ke luar kota.
5. Sutta (Buddha) menikah dengan penganut Hindu, juga datang sendiri.
6-7. Monica (Katolik) dan Salim (Muslim),
8-9. Putu Ayu Wulansari (Muslim, sebelumnya Hindu) dan Anggoro (Katolik),
10-11. Ayu (Muslim) dan Berthus (Katolik),
12-13. Stella (Protestan) dan Wahyu (Muslim).


Pertemuan berlangsung santai tapi sarat dengan cerita dan masukan. Diawali dengan kisah dan pergumulan masing-masing yang hadir. Ternyata dari cerita yang bergulir muncul kesimpulan bahwa pasangan berbeda agama mengalami kendala dalam tiga lapisan:
1. Orang tua dan keluarga.
Hampir tiap yang hadir merasakan kesulitan dalam menghadapi orang tua dan keluarga, terutama yang sangat aktif di komunitas agama. Salim mengalami kesulitan menyampaikan niatnya untuk menikah dengan pasangan beda agama karna sang ibu adalah salah satu pendiri Muhammadiyah di Jogjakarta. Akhirnya pendekatan pelan-pelan dilakukan lewat Bude (kakak tertua dari ayah) tapi tetap sikap ibu belum melunak.
Profesi orang tua sebagai salah satu anggota majelis gereja juga membuat proses pendekatan ke keluarga dan rencana membincangkan niat menikah dalam dua prosesi agama mengalami kendala. Ini dirasakan oleh Wati dan pasangannya.
Aktifnya seluruh anggota keluarga dalam aktivitas di gereja juga membuat proses pendekatan ke orang tua tersendat. Anggoro mengalami ini.
Penyakit yang diderita ibu, juga sikap ibu yang tidak menenggang perbedaan terutama dalam pernikahan anaknya, membuat saya lambat sekali melakukan persiapan proses pernikahan.
Namun, masukan dari teman-teman menunjukkan bahwa orang tua dan keluarga tetap bisa didekati dan banyak cara yang bisa dilakukan. Berthus dan Ayu, misalnya, mengumpulkan banyak buku sebagai referensi dalam berdiskusi dan meyakinkan orang tua. Mereka juga mencoba mencari dari keluarga (yang menikah beda agama) dan bisa menjadi contoh yang baik sebagai acuan. Alhasil meskipun orang tua Ayu sudah naik haji berkali-kali tetap mereka bisa menerima pernikahan anaknya.


2. Agama.Masih banyak lembaga agama yang tidak mau menikahkan pasangan beda agama. Atau ada juga beberapa lembaga yang bersedia menikahkan beda agama tapi dengan beberapa syarat. Bahkan tokoh agama banyak yang menganggap pernikahan beda agama adalah haram.
Berthus dan Ayu sudah menikah secara islam, tapi belum melaksanakan pernikahan secara katolik karna masih dalam proses mencari pastur yang bersedia membantu prosesi pernikahan. Anggoro pun yakin pastur di parokinya sangat konservatif dan tidak akan bersedia menikahi pasangan beda agama. Saya dan Wahyu pernah berniat menikah di salah satu GKI. Mereka sangat bersedia membantu. Tapi yang mengurungkan niat kami adalah adanya surat yang harus ditandatangani yaitu perjanjian bahwa jika ada anak-anak dari kami kelak harus menganut agama protestan.
Meskipun demikian tetap ada lembaga yang bersedia membantu. Ada ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace, www.icrp-online.org, email: konseling_nba@yahoo.com), Wahid Institute (www.wahidinstitute.org) dan Paramadina. Juga ada beberapa gereja yang bersedia menikahkan beda agama tanpa meminta syarat, misalnya GKJ di Salatiga (tempat Adi dan Lia menikah), dan beberapa gereja lain (mungkin teman-teman lain bisa menambahkan informasi tentang ini).
Wati mencoba belajar dan lebih mendalami sudut pandang agama Islam tentang pernikahan beda agama melalui Ibu Musda Mulia. Melalui ibu Musda banyak pemahaman lebih mendalam didapatkan oleh Wati tentang ini.


3. Negara/Institusi.
Sesungguhnya adalah kewajiban negara untuk mencatat pernikahan warga negaranya. Pernikahan pada dasarnya adalah pilihan hak pribadi dan adalah tugas negara untuk mewadahinya. Halangan mencatatkan pernikahan di catatan sipil membuat pasangan berbeda agama sering menempuh cara dengan melangsungkan pernikahan dengan satu prosesi saja dan mengganti identitas agama dari salah satu pasangan.
Kembali, lembaga-lembaga seperti ICRP, Wahid Institute dan Paramadina dapat membantu pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dicatatkan dan sah tanpa harus ada yang mengubah identitas agama.
Melalui wawancara hukumonline (www.hukumonline.com) dengan Ibu Lies Soegondo (Ketua Konsorsium Catatan Sipil dan anggota Komnas Ham) ditegaskan bahwa saat ini sudah ada RUU Catatan Sipil yang mengatur administrasi kependudukan untuk tiap warga negara untuk menghapus diskriminasi. Draft dari RUU Catpil sudah siap dan saat ini sedang dibahas dalam Depdagri untuk dijadikan bagian dari RUU Administrasi Kependudukan.


* Dalam pertemuan, Alam dan Fathuri membagikan majalah Syir'ah terbitan Mei 2006 yang topik utamanya memaparkan pendidikan agama pasangan beda agama. Pendidikan agama anak pasangan beda agama memang menjadi isu tersendiri. Banyak orang tua yang sebenarnya ingin membiarkan anaknya memilih agamanya kelak saat ia dewasa, tapi peraturan negara meminta setiap warga negara sejak dilahirkan sudah mencantumkan agamanya di kartu keluarga. Sekolahpun meminta penjelasan tentang agama sang anak dengan alasan agar bisa mencantumkan di identitas anak dan bisa mengelompokkan untuk pelajaran agama. Ini yang dilematis karna pensyaratan pencatuman agama tetap diwajibkan untuk kartu identitas warga negara.

Melalui pertemuan ini kami menyepakati beberapa hal:
Membuat pertemuan rutin dengan tema yang berbeda bekerjasama dengan berbagai pihak, antara lain ICRP, Wahid, Syir'ah, Paramadina, dll. Pertemuan sangat penting agar bisa saling mendiskusikan berbagai topik dan juga membuat kelompok ini semakin kuat juga membantu jika ada pasangan yang membutuhkan bantuan berupa konseling dll. Hasil pertemuan diharapkan kelak bisa dipublikasikan sehingga semakin banyak orang yang memahami isu ini dari berbagai sudut pandang.
Mengaktifkan anggota milis ini agar mau urun rembuk dalam segala tema, tidak hanya seputar persoalan teknis dalam prosesi pernikahan tapi juga tema seputar persoalan hukum, pluralisme,dll yang masih berkaitan dengan pokok pernikahan beda agama.
Sutta berniat mengusulkan agar komunitas ini kelak bisa tampil dalam rubrik komunitas di Kompas Minggu agar lebih dikenal dan bisa mengundang semakin banyak anggota.
Memperkuat kelompok ini agar bisa mengusulkan banyak perubahan dalam hal undang-undang perkawinan.
Mengubah persepsi sosial dan menegaskan bahwa pernikahan beda agama adalah sah dan legitimate.
Mencoba melakukan polling survey mengenai sikap terhadap pernikahan beda agama, terhadap semua pihak tidak saja yang menikah beda agama.
Membuat database pasangan menikah beda agama.
Ada juga beberapa teman yg bahkan mengajak untuk bikin bisnis cafe bersama yang bisa mendatangkan untung dan cafe sekaligus bisa sebagai tempat untuk pertemuan, atau bahkan resepsi pernikahan teman2..boleh juga ide ini:)
Itulah sedikit rangkuman hasil pertemuan 13 kami yang hadir di plasa semanggi, 18 Oktober 2006. Sampai bertemu di rangkaian diskusi berikutnya. Jika ada teman-teman yang mau mengajukan tema untuk pertemuan selanjutnya, silahkan. Milis inipun siap menampung berbagai diskusi.


Ada satu persamaan mendasar dari tiap pasangan yang hadir dalam pertemuan tersebut, yaitu sifat yang keukeuh/ngotot. Memang, untuk memperjuangkan satu hal yang kita yakini benar haruslah keukeuh.

akses, akses dan akses

Dr M Yunus, ekonom Banglades, yang menerima hadiah nobel perdamaian (13 Oktober 2006)benar-benar membuktikan bahwa orang miskin dari kelompok paling papa sekalipun berhak untuk keluar dari kemiskinan mereka. Yunus memulai program pemberantasan kemiskinan di Banglades pada tahun 1974. Yunus memberian kredit mikro tanpa agunan untuk kaum papa yang tidak dapat mengakses pinjaman bank. Melalui programnya, jutaan orang miskin di Banglades bisa terbebas dari isapan lintah darat dan tengkulak.
Untuk Hadiah Nobel Perdamaian 2006, Komite Nobel Norwegia memutuskan pemberian kemenangan pada figur dan badan, yang tidak bicara secara eksplisit soal perdamaian tetapi yang menata salah satu pilar terpenting perdamaian, yakni pemberantasan kemiskinan. Komite menegaskan bahwa perdamaian yang langgeng tak akan bisa diraih jika sebagian besar warga tidak menemukan jalan untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Kredit mikro adalah salah satu cara untuk mewujudkan hal itu.
Sesungguhnya Yunus memberikan akses bagi para kaum papa. Dengan kredit mikro yang mereka peroleh dari Grameen bank, mereka mendapat modal untuk memulai usaha dan keluar dari himpitan kemiskinan. Yunus sangat yakin bahwa jika orang miskin diberi akses kredit seperti yang diberikan kepada orang kaya, mereka pasti bisa mengelolanya dengan baik. "Berikan kredit kepada orang miskin, mereka akan bisa mengurus dirinya," katanya. Keyakinan Yunus tidak meleset. Program kredit mikro yang digulirkannya terus berkembang. Jutaan orang miskin pun bisa keluar dari jerat lintah darat setelah diberi kredit mikro.
Program ini menjadi semacam gugatan Yunus terhadap ketidakadilan dunia terhadap kaum miskin. "Mengapa lembaga keuangan selalu menolak orang miskin? Mengapa informasi teknologi menjadi hak eksklusif orang kaya," tuturnya.
Keuletan perjuangan yang ia lakukan sejak 1974 membela kaum miskin terutama perempuan berbuah sangat baik. Grameen bank kini mampu menyalurkan kredit puluhan juta dollar AS per bulan kepada 6,6 juta warga miskin yang menjadi peminjamnya. Sebanyak 96 persen nasabah bank ini adalah kaum perempuan.
Harapan banyak pihak tentu akan semakin banyak lembaga yang mengadopsi program kredit mikro ini dan konsisten membantu para kaum papa.
(dari berbagai sumber)